Jumhur fuqaha berpendapata bahwa yang dimaksud dengan Ahli Kitab
adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani dengan berbagai macam kelompoknya.
Diantara
dalil-dalil yang menujukkan hal demikian adalah apa yang difirmankan Allah swt
:
أَنْ
تَقُولُوا إِنَّمَا أُنْزِلَ الْكِتَابُ عَلَى طَائِفَتَيْنِ مِنْ قَبْلِنَا
وَإِنْ كُنَّا عَنْ دِرَاسَتِهِمْ لَغَافِلِينَ (156)
Artinya : “(kami turunkan Al-Quran itu) agar kamu (tidak)
mengatakan: “Bahwa kitab itu hanya diturunkan kepada dua golongan saja sebelum
kami.” (QS. Al An’am : 156)
Syeikh
Ibn Baaz—semoga Allah merahmatinya—mengatakan bahwa Ahli Kitab adalah
orang-orang Yahudi dan Nasrani, sebagaimana disebutkan oleh para ulama tafsir
dan para ulama lainnya.
Adapun
orang-orang Majusi tidak termasuk Ahli Kitab secara mutlak namun menggauli
mereka dengan mengambil jizyah dari mereka karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wa sallam mengambil hal itu dari mereka.
Adapun
wanita-wanita mereka serta sembelihan-sembelihan mereka (Majusi) diharamkan
bagi kaum muslimin menurut imam yang empat dan yang lainnya, hal ini bagaikan
ijma dari para ahli ilmu. Adapun pendapat yang menghalalkan keduanya (wanita
dan sembelihan Majusi, pen) dianggap ganjil yang tidak diperkuat oleh ahli
ilmu. (Majmu’ Fatawa juz IV hal 270)
Demikian
pula yang dimaksud Ahli Kitab didalam firman Allah swt :
الْيَوْمَ
أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ
لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ
Artinya : “Pada hari ini dihalalkan bagimu yang
baik-baik, makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal
bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka.” (QS. Al Maidah :
5), orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Hal
itu dijelaskan didalam buku-buku tafsir, diantaranya apa yang dikatakan oleh
Imam ath Thabari bahwa firman Allah : “Makanan (sembelihan) orang-orang yang
diberi Al kitab itu halal bagimu” adalah dan sembelihan Ahli Kitab dari
orang-orang Yahudi dan Nasrani, yaitu orang-orang yang diturunkan kepada mereka
taurat dan injil kemudian mereka beragama dengan keduanya atau salah satu dari
keduanya. (Tafsir ath Thabari juz IX hal 571 – 572)
Demikian
pula yang disebutkan Imam al Baidhawi didalam tafsirnya bahwa ayat
tersebut—Surat al Maidah ayat 5—mencakup orang-orang yang diberikan kepada
mereka al Kitab yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani sementara itu Ali
mengecualikan (sembelihan) dari kalangan orang-orang Nasrani Bani Taghlib
seraya mengatakan : “Mereka bukanlah orang-orang Nasrani dan mereka tidaklah
berpegang dengannya kecuali dalam minum khamr.” (Tafsir al Baidhawi juz II hal
48)
Namun
pendapat jumhur sahabat maupun selain mereka tidaklah mengharamkan sembelihan
orang-orang Bani Taghlib.
Didalam
kitab “al Fatawa al Kubro” disebutkan bahwa Ali berselisih dengan Ibnu Abbas
dalam masalah sembelihan orang-orang Bani Taghlib. Ali mengatakan,”Tidak
diperbolehkan semebelihan mereka dan tidak pula wanita-wanita mereka.
sesungguhnya mereka tidaklah berpegang dengan agama Nasrani kecuali dalam hal
minum khamr…
Namun
Ibnu Abbas mengatakan bahwa hal itu dibolehkan berdasarkan firman Allah swt :
وَمَنْ
يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
Artinya : “Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka
menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu Termasuk golongan mereka.” (QS.
Al Maidah : 51)
Kebanyakan
kaum muslimin dari para sahabat dan selain mereka tidaklah mengharamkan
sembelihan-sembelihan mereka. Dan tidaklah dikenal kecuali pendapat dari Ali
saja. Dan telah diriwayatkan secara makna pendapat Ibnu Abbas dari Umar bin
Khattab.
Diantara
para ulama yang memilih pendapat Umar dan Ibnu Abbas adalah pendapat jumhur,
seperti Abu Hanifah, Malik, Ahmad dalam salah satu riwayat dari dua riwayatnya
yang dishahihkan oleh para penganut madzhabnya bahkan pendapat ini menjadi
pendapat terakhirnya, bahkan seluruh kaum muslimin dari para sahabat, tabiin
dan tabi’i tabi’in memegang pendapat ini. (al Fatawa al Kubro juz I hal 153)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar